Program Pengenalan Akademik(PPA) adalah serangkaian acara untuk memperkenalkan kehidupan kampus kepada mahasiswa baru. Pada saat PPA, seringkali para aktivis mahasiswa dari berbagai organisasi, baik organisasi intra maupun ekstra memimpin mahasiswa baru untuk meneriakkan dua kata, yaitu “hidup mahasiswa!”.
Setelah mendengar kata-kata itu, mari kita renungkan bersama, apakah saat ini mahasiswa benar-benar hidup? Adakah perbedaan antara mahasiswa saat ini dengan mahasiswa (mahasiswa=pemuda) 83 tahun yang lalu?
Beberapa pihak mengatakan bahwa mahasiswa saat ini terkesan mati suri. Kebanyakan dari mereka terjebak dalam perilaku hedonis, pragmatis, materialis dan krisis akan cita-cita tinggi untuk bangsanya. Perilaku tersebut tercermin dari pola hidup yang mereka jalani.
Mereka lebih betah nongkrong dan berlama-lama di tempat-tempat yang tidak jelas. Tempat yang terkesan tidak mencerdaskan. Mereka lebih memilih cara-cara instan dalam mendapatkan sesuatu. Misal untuk mendapatkan nilai bagus ada yang rela menjual intelektualitasnya dengan mencontek saat ujian. Selanjutnya mereka tidak mau bergerak untuk merubah diri demi bangsanya jika tidak ada untung secara materi untuk dirinya.
Alih-alih merubah diri, cita-cita mereka pun dihiasi dengan nafsu-nafsu pribadi yang tak berguna bagi bangsa. Bahkan seringkali cita-citanya itu merugikan bangsanya sendiri. Dalam pikiran mereka hanya tertanam bagaimana caranya agar lulus cepat, lalu bekerja, kemudian menikah. Kalau seperti itu, bagaimana kontribusi mahasiswa untuk bangsa dan negara.
Mahasiswa saat ini yang dikenal sebagai intelektual muda berbeda dengan pemuda Indonesia 83 tahun yang lalu. Pemuda saat itu mau mengesampingkan ego kedaerahannya, menomor duakan kepentingan diri dan kelompoknya, serta bersedia mengorbankan jiwa dan hartanya untuk berkumpul dalam kongres pemuda. Kemauan mereka didasari cita-cita besar untuk mempersatukan bangsa Indonesia.
Pada akhirnya, saat kongres pemuda dua, sekumpulan pemuda dari berbagai daerah di Indonesia tersebut bersumpah untuk bertumpah darah satu, berbangsa satu dan berbahasa satu. Akhirnya setelah 17 tahun dari peristiwa sumpah pemuda itu, cita-cita pemuda yang berkumpul dalam kongres pemuda tersebut terwujud. Indonesia merdeka!
Kemauan dan pengorbanan untuk mewujudkan cita-cita bangsanya itulah yang membedakan pemuda (yang diwakilioleh mahasiswa) saat ini dengan pemuda 83 tahun yang lalu. Kini kita jauh dari cita-cita besar dan enggan berkorban demi bangsa dan negara.
Sebenarnya yang kita butuhkan saat ini adalah kemauan dan keikhlasan untuk berkorban demi bangsa dan negara. Ingat, mensejahterakan kehidupan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut mewujudkan ketertiban dunia masih menjadi pekerjaan kita bersama. Bercita-citalah untuk bangsa Indonesia! HIDUPLAH MAHASISWA!
Nama : Rahma Huda Putranto
NIM :1401410099
blog : kangmasguru.blogspot.com
fb : rahma huda putranto
Jurusan/ Fakultas/ Universitas: Pendidikan Guru Sekolah Dasar/ Fakultas Ilmu Pendidikan/ Universitas Negeri Semarang
dimuat di: okezone kamis, 3 November 2011
link: http://kampus.okezone.com/read/2011/11/03/367/524231/
in my opinion :Kembali pada pemikiran individu masing-masing yang cenderung bermacam-macam dan tuntutan pendidikan dalam hal nilai secara eksplisit serta pandangan profil pribadi sering menyebabkan hal saling contek-mencontek menjadi hal yang membudaya.Bagaikan kisah KKN yang tak kunjung padam.Dengan teori analitisnya bahwa KKN terus ada karena sudah mengakar dan sangat kecil peluangnya untuk dapat di hapus tuntas.yang ada hanyalah bagaimana meminimalisirnya....
ReplyDelete