Stand up comedy adalah komedi
yang ciri khasnya terletak pada komedian yang melucu di depan khalayak dengan
menggunakan media mic dan stand mic. Sehingga humor yang disajikan menggunakan
komunikasi satu arah layaknya orang yang berpidato atau berbicara di atas
mimbar bebas. Komedian yang ditampilkan pun kebanyakan merupakan orang muda
ganteng dan gaul.
Di Indonesia, Stand up comedy diperkenalkan
melalui acara yang disiarkan secara nasional oleh stasiun televisi terkemuka di
Indonesia. Sejak ditayangkan, stand up comedy mulai menjadi acara yang
digemari. Selain karena ditanyangkan melalui televisi, penyebab terdongkraknya
kepopuleran stand up comedy adalah karena dalam acara tersebut, komedian yang
ditampilkan merupakan sosok ganteng dan gaul. Sedangkan materi yang disampaikan
menyentil kehidupan sosial, mengkritisi kebijakan pemerintah dan tak jarang
berisi ejekan kepada diri sendiri maupun orang lain.
Terlepas dari materi yang
disampaikan, ternyata stand up comedy mampu mengubah paradigma, pandangan dan
pemikiran khalayak umum. Misalnya terkait dengan paradigma ketika kita
mendengar kata laki-laki. Laki-laki itu kalau tidak bajingan ya homo. Itulah
kata-kata yang didengungkan oleh salah satu pembicara favorit di stand up
comedy. Akhirnya, dewasa ini dalam masyarakat muncul paradigma seperti itu.
Secara tersirat kita dapat belajar
dari stand up comedy. Belajar tentang bagaimana caranya mempengaruhi pemikiran
khalayak umum. Kekuatan mempengaruhi Stand up comedy, selain karena disiarkan
secara nasional namun juga karena penyampaian stand up comedy disajikan oleh
anak muda gaul/ ganteng dengan sifat humoris dan santai.
Sehingga ketika kita ingin
mempengaruhi orang lain maka yang dapat kita lakukan adalah memperbaiki
penampilan diri dan bersikap humoris. Penampilan diri tidak harus menggunakan
baju serba baru, yah cukup memakai pakaian yang nyaman dipakai dan rapi. Rapi
disini misalnya ketika biasanya tidak kita setrika, kita bisa meluangkan waktu
untuk menyetrika. Yah, biar tidak kusut.
Begitu pula dengan sikap humoris,
kita tidak perlu kesana kemari tertawa-tertawa dan menunjukkan sikap
“nyelelek”. Namun cukup kita senyum, menampakkan wajah penuh kehangatan ketika
bertemu dengan orang lain. Bukankah senyum itu sebagian dari ibadah dan menjadi
sebuah keharusan ketika bertemu dengan orang lain kita harus menampakkan wajah
berseri?
Comments
Post a Comment