TEPAT satu bulan lalu kami berlima belas berangkat ke
Malaysia untuk mengikuti program Praktik Pengalaman Lapangan Antar
Bangsa (PPL AB). PPL AB merupakan program praktik mengajar di sekolah
Malaysia hasil kerja sama Universitas Negeri Semarang (Unnes) dengan
Universiti Pendidikan Sultan Idris Malaysia. Program ini berlangsung
dari 8 Juli sampai 5 September 2013. Oleh karenanya, Ramadhan dan Idul
Fitri kami lalui di Malaysia.
Kelima belas peserta PPL AB tidak tinggal di satu tempat, akan tetapi
tinggal di kolej (asrama) sekolah masing-masing. Ada yang di daerah
Tanjong Malim, Rawang, Slim River, dan Trolak. Jarak antardaerah
tersebut cukup jauh. Sehingga kami jarang bertemu. Baru setelah cuti
hari raya kami dikumpulkan menjadi satu lagi di Kolej UPSI Tanjung
Malim.
Lain Ladang Lain belalang, itulah peribahasa yang dapat mewakili suasana
Ramadhan dan lebaran yang kami alami tahun ini. Banyak pengalaman baru
yang kami dapatkan. Pengalaman yang membuat Ramadhan dan Lebaran tahun
ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Kalau di rumah, ketika sahur tiba biasanya makanan dan minuman sudah
disiapkan oleh orangtua kami di atas meja. Namun di sini kami harus
berjalan jauh untuk mendapatkan makanan untuk sahur. Bahkan sering kali
kami tidak makan sahur, entah karena ketiduran atau belum terlalu
“doyan” makanan Malaysia.
Aktivitas PPL di sekolah di siang hari menambah kenikmatan berpuasa
kami. Kami harus beradaptasi dengan murid dan guru yang berasal dari
etnis Melayu, China, dan India. Budaya dan bahasa yang digunakan
berbeda. Bahasa menjadi kendala utama. Padahal bahasa menjadi faktor
penting dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Sebagian siswa di Sekolah Rendah (Sekolah Dasar) hanya paham dengan
bahasa ibu. Mau tidak mau peserta PPL antar bangsa yang bertugas di
sekolah rendah harus berlatih menggunakan istilah-istilah dalam bahasa
Melayu, China dan India. Karena ketika bahasa yang digunakan tidak
dimengerti oleh murid, murid akan merasa bosan kemudian bermain sendiri.
Ada yang berlari-lari, mengganggu teman di sampingnya. Imbasnya adalah
pengondisian kelas dan pencapaian tujuan pembelajaran gagal.
Kami menjalani ibadah puasa selama 14 jam, dari pukul 5.30 pagi hingga
7.30 malam. Beberapa dari kami sering berbuka dengan mencari morey.
Morey adalah makanan yang disediakan di masjid atau surau untuk orang
yang berbuka puasa. Masyarakat Indonesia sering menyebutnya Takjil.
Untuk mendapatkan morey ini tak jarang kami berpindah dari masjid ke
masjid yang jaraknya cukup jauh dari asrama.
Terdapat hikmah dari seringnya kami berpindah tempat berbuka puasa, kami
mendapatkan banyak kenalan baru. Terutama orang-orang Indonesia yang
bekerja di malaysia dan warga negara malaysia keturunan Indonesia.
Bahkan kami sering diajak mampir ke rumah mereka.
Menyambut Hari Raya
Ketika sekolah memasuki cuti hari raya, peserta PPL AB yang bertugas di
berbagai daerah dikumpulkan di Kolej UPSI Seri Harmoni (Asrama
Mahasiswa). Selama cuti lebaran banyak mahasiswa UPSI yang pulang
kampung, sehingga kolej terasa sangat sepi. Kesepian ini semakin terasa
ketika malam Idul Fitri.
Kegiatan malam takbiran di Indonesia biasa diisi dengan konvoi kendaraan
bermotor dan rombongan anak-anak kecil membawa oncor-lampion
berkeliling desa sambil bertakbir. Suara takbir banyak terdengar dari
rombongan di jalanan maupun dari
speaker-speaker masjid. Sesekali terdengar bunyi mercon. Sehingga kesan malam takbiran di Indonesia terasa sangat meriah.
Namun itu semua tidak kami rasakan di sini. Kami merasa sepi. Karena
hanya kami berlima belas yang masih tinggal di asrama. Tak ada suara
takbir dan mercon. Yang ada hanya keheningan malam. Ketika melongok
keluar, yang ada hanyalah jalanan lengang, gelap dan kosong tak ada
kendaraan. Kami berusaha memecah keheningan malam dengan mengumandangkan
lafal takbir bersama. Takbiran dalam suasana penuh keheningan seperti
inilah yang membuat takbir dan tahlil yang kami lantunkan terasa sangat
khusyuk.
Idul Fitri tetap seronok
Untuk menunaikan salat Idul Fitri, kami diantar bus UPSI menuju Masjid
Jamik Tanjong Malim yang berjarak sekira 8 km dari kolej kami. Tak ada
di antara kami yang memakai baju baru.
Boro-boro baju baru, penulis dan salah satu teman malah kehilangan celana panjang dan kaos saat menjemurnya di depan kamar asrama.
Sesampainya di Masjid, tak ada seorang pun yang kami kenal. Jamaah
datang berombongan dengan keluarganya masing-masing. Melihat suasana
itu, rasa rindu keluarga di rumah semakin terasa. Kejadian ini membuat
kami sadar, ternyata momen lebaran ketika semua anggota keluarga
berkumpul adalah saat-saat yang berharga.
Setelah salat Idul Fitri ada pesan singkat yang masuk ke HP penulis.
Pesan singkat yang berisi undangan untuk merayakan hari raya bersama
dengan sebuah keluarga orang Indonesia. Kebetulan rumah beliau tak
begitu jauh dari masjid tempat kami Salat Id.
Kami mendapatkan sambutan yang penuh suka cita ketika sampai di rumah
keluarga tersebut. Kami sangat terharu. Keluarga tersebut menganggap
kami semua seperti anaknya sendiri. Suka cita semakin terasa ketika
keluarga tersebut telah mempersiapkan hidangan makanan khas Indonesia.
Ada tempe, opor ayam, sayur gori dan ketupat. Kehangatan inilah yang
menjadi pengobat kerinduan kami. Ya, Ramadhan dan Idul Fitri kami tetap
seronok!
Taqaballahu minna wa minkum. Minal aidzin wal faidzin. mohon maaf lahir
dan batin. Selamat hari raya Idul Fitri kami sampaikan dari Tanjung
Malim, Perak Darul Ridzuan, Malaysia.
*Seronok adalah bahasa Malaysia yang artinya senang/ bahagia.
Berita kiriman:
Rahma Huda Putranto
Mahasiswa PGSD FIP Unnes
Koordinator PPL Antarbangsa Indonesia-Malaysia Unnes 2013
Artikel ini juga dimuat di: http://kampus.okezone.com/read/2013/08/15/373/849828/ramadhan-idul-fitri-tetap-seronok
Comments
Post a Comment