Pagi ini matahari terlihat sangat cerah. Semilir angin mengiringi langkahku berangkat ke sekolah. Sejuk udara pagi dengan lembut masuk ke hidung. Sesampainya di sekolah, saya diminta menjadi pembina upacara. Menjadi pembina upacara adalah momentum langka bagiku. Mengingat di sekolah sebelumnya hampir tujuh bulan saya tidak mendapat kesempatan menjadi pembina upacara. Entah karena apa saya tidak tahu dan tidak mau juga mempermasalahkan kenapa saya tidak memiliki kesempatan menjadi pembina upacara.
Saya memandang bahwa kesempatan langka ini tidak boleh disia-siakan. Menjadi pembina upacara di SD unggul merupakan hal yang istimewa. Akhirnya waktu upacara telah dimulai. Pak Pur selaku guru olahraga yang baru juga mengikuti upacara ini untuk pertama kalinya. Setelah rangkaian awal tata upacara bendera berjalan. Tibalah saatnya bagiku untuk menyampaikan amanat upacara.
Upacara bendera terlihat sangat gaduh. Banyak siswa yang berbicara dengan temannya. Bahkan ada juga yang saling dorong-mendorong. Oleh karenanya ketika MC memberikan kepada saya untuk menyampaikan amanat upacara saya memulainya dengan diam sejenak. Kemudian berkata “amanat pembina upacara hanya akan disampaikan ketika seluruh peserta upacara bisa tertib. Tidak ada yang berbicara sendiri, mengobrol dengan teman, atau mengganggu teman di sampingnya.
Alhamdulillah, tidak memerlukan waktu yang relatif lama. Seluruh upacara bisa terkondisikan. Akhirnya kuucapkan salam pembuka. Salam penghormatan kepada seluruh peserta upacara yang berasal dari unsur guru, karyawan, dan siswa dari kelas satu sampai kelas enam. Materi utama yang saya sampaikan berkaitan dengan ketertiban saat mengikuti upacara dan menjaga kebersihan sekolah.
Isi Amanat Pembina Upacara
Saya sampaikan kepada seluruh peserta upacara bahwa untuk melaksanakan kegiatan upacara seperti saat ini membutuhkan waktu yang sangat banyak. Bangsa Indonesia membutuhkan waktu 350 tahun ditambah 3,5 tahun agar bisa melaksanakan upacara bendera. Karena dulu setiap kali ada orang Indonesia yang mengibarkan bendera merah putih harus berhadap-hadapan dengan tentara penjajah.
Kini kita tinggal menikmati apa yang diperjuangkan pahlawan kita dulu. Kita sekarang tidak perlu berhadap-hadapan dengan tentara penjajah untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Kita sekarang hanya butuh berdiri sebentar dan menahan diri selama 15 menit dalam rangka mengikuti upacara bendera dengan khidmat. Namun apa yang terjadi sekarang jauh dari harapan itu. Banyak siswa yang lebih senang berbuat menyimpang sehingga upacara tidak berjalan dengan khidmat.
Amanat pembina upacara yang kedua berkaitan dengan kebersihan sekolah. Saya awali amanat ini dengan cerita bahwa kita tinggal di sekolah ini mulai dari jam 07.00 sampai 12.30 WIB. Kalau ada les, bisa sampai lebih sore lagi. Apabila diambil gambaran waktu yang pertama tadi, kita tinggal di sekolah selama lima setengah jam. Lama waktu ini bukanlah waktu yang singkat.
Oleh karenanya, mari kita jadikan sekolah kita ini sebagai rumah kedua bagi kita. Buat rumah kedua ini senyaman mungkin. Cara agar sekolah ini dapat ditempati dengan nyaman adalah dengan dengan menjada ketertiban dan kebersihan sekolah. Kebersihan ini dapat tercipta dari peran serta seluruh warga sekolah. Apabila kamu melihat sampah, langsung saja diambil dan masukkan ke keranjang sampah.
Sampai amanat ini akan berakhir, masih ada siswa yang gaduh. Saya terpaksa menyebut nama dan kelas si anak yang gaduh sebagai bentuk peringatan. Namun sama saja, tidak ada bedanya. Kegaduhan masih saja terjadi. Ya walau hanya di satu gerombolan saja namun membuat hatiku tidak nyaman. Mengapa upacara bisa seperti ini. Akhirnya dengan rendah hati, saya mengakui bahwa sayalah yang menyebabkan upacara jauh dari khidmat ini. Penyampaian saya sebagai pembina upacara mungkin belum dapat membuat siswa tertarik. Namun sulit juga menghilangkan faktor penyebab kegaduhan saat upacara. Misal dari kebiasaan siswa setiap kali upacara, belum adanya sanksi yang jelas bagi siswa yang gaduh.
Pada akhirnya kuakhiri tugasku sebagai pembina upacara. Dan hanya bisa berharap semoga di upacara yang akan datang semua peserta dapat memahami bahwa upacara bukanlah hal yang biasa dan sederhana. Karena untuk upacara butuh pengorbanan nyawa, darah dan air mata dari para pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa ini.
Borobudur, 26 Maret 2018
Comments
Post a Comment