Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengaj...

Amanat Apel: Menghalau Simbol Negatif Kelompok Tertentu

Apel kali ini saya hanya menyampaikan tanggapan berkaitan tingkah siswa yang konon katanya "lebih susah diatur" dari pada siswa zaman dahulu. Untuk mengetahui penyebab hal ini perlu dilakukan analisa sosial lingkungan tempat tinggal siswa. Tempat tinggal yang dianalisis adalah tempat tinggal dari siswa yang "susah diatur".

Analisa sosial lingkungan tempat tinggal siswa ini sebenarnya hanya untuk mempotret keadaan. Karena lingkungan tempat tinggal bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi siswa. Masih banyak faktor lain yang perlu dianalisis. Namun pada apel kali ini saya mencoba melakukan pembatasan bahasan pada analisis sosial lingkungan tempat tinggal siswa.

Siswa-siswa yang diambil sampel untuk dianalisis kebanyakan bertempat tinggal di sekitar candi Borobudur. Keberadaan Borobudur menyajikan pilihan yang dilematis. Pilihan ini seperti dua sisi mata uang logam yang saling bertolak belakang. Di satu sisi bermanfaat pada masyarakat sekitar. Dan di sisi lain memberikan efek negatif pada masyarakat.

Efek positif yang dirasakan masyarakat terlihat dari berkembangnya perekonomian warga di sekitar Candi Borobudur. Namun efek negatifnya berupa percampuran budaya yang terjadi antara wisatawan dengan masyarakat sekitar. Selain itu, kemajuan perekonomian juga melahirkan kelompok-kelompok kepentingan. Kelompok-kelompok tersebut seolah saling berebut potensi politik dan ekonomi yang ada di sekitar Borobudur.

Kelompok-kelompok ini sangat mempengaruhi kehidupan siswa. Terbukti dari simbol-simbol yang "dibanggakan" siswa. Simbol-simbol tersebut mudah ditemui dalam bentuk pin, coretan-coretan di buku atau gambar-gambar yang ada di sekitar siswa. Misalnya, beberapa kali saya menemukan pin dengan simbol/ logo merek dagang minuman keras tertempel di tas siswa.

Pengaruh kelompok kepentingan ini bisa sampai di pikiran dan tindakan siswa dapat dijelaskan dengan teori perkembangan. Tingkat perkembangan siswa SD menunjukkan bahwa anak usia SD sedang pada fase modelling. Modelling dalam arti meniru seseorang yang diidolakannya. Karena kelompok kepentingan ini ada di sekitar siswa, maka pengaruh siswa untuk memodelkan kelompok idola ini menjadi model yang dianutnya cukuplah besar.

Oleh karenanya, kita sebagai guru yang menjadi bagian dari sekolah harus mengantisipasi hal ini. Terutama guru harus menjalankan fungsi sekolah sebagai transformator pendidikan dan kebudayaan. Untuk memulai hal ini cukup mudah. Kita sebagai guru dapat memulai usaha untuk melawan pengaruh negatif dengan memperhatikan lebih seksama siswa-siswa kita.

Guru memperhatikan siswa dengan cara observasi tingkah laku dan tampilan luar siswa. Tingkah laku dan tampilan luar menjadi cerminan karakter dan mental siswa kita. Bisa saja mental itu diukur, dianalisis, atau dinilai menggunakan instrumen tes kejiwaan. Namun kita sebagai guru tidak dibekali kompetensi tes kejiwaan seperti itu.

Oleh karena itu, sekali lagi saya menghimbau kepada bapak ibu guru sekalian untuk mengamati siswa-siswa dengan lebih seksama. Apabila ada siswa yang menggunakan simbol-simbol yang berpotensi pada model negatif maka kita wajib mengambilnya. Misalnya ada yang memakai pin dengan simbol logo minuman beralkohol maka kita harus mengambilnya. Selain itu apabila ada siswa laki-laki yang menggunakan aksesoris berlebihan seperti gelang atau kalung maka benda-benda ini juga wajib harus kita ambil.

Mungkin tindakan pengambilan paksa simbol atau barang yang mencerminkan kelompok tertentu ini merupakan hal yang "kurang gawean". Namun saya tegaskan bahwa tindakan pengambilan ini sebagai tindakan untuk memberikan penegasan kepada siswa mana hal yang baik dan mana hal yang buruk. Saya juga khawatir apabila simbol-simbol ini karena saking biasanya dilihat malah menjadikan simbol-simbol negatif ini menjadi hal yang biasa. Repot kalau hal negatif menjadi hal biasa.

Saya sebelum mengakhiri sambutan apel ini menyampaikan semoga usaha kecil ini dapat memberikan efek positif kepada siswa. Siswa tidak lagi mengidolakan kelompok-kelompok yang tidak pantas ditiru oleh seorang pelajar. Selanjutnya semoga kita sebagai guru dapat menjadi model/ contoh yang baik bagi anak didik kita. Aamiin.

Seusai apel di koperasi sekolah, 10 April 2018

Comments

Baca Juga