Harian Kompas mulai hari Rabu, 11 April 2018 menyajikan kolom yang bertajuk Jelajah Kopi Nusantara. Jelajah Kopi Nusantara dihadirkan di hadapan pembaca dalam rangka apresiasi kopi nusantara. Perlu diketahui bahwa Indonesia kaya akan berbagai macam kopi yang memiliki cita rasa yang khas. Cita rasa yang khas ini dipengaruhi oleh jenis tanaman kopi dan tempat penanaman pohon kopi. Sehingga kopi dari beberapa daerah di Indonesia memiliki cita rasa yang berbeda-beda. Kopi yang beredar di Indonesia kebanyakan adalah jenis kopi robusta (coffea canephora) dan arabika (coffea arabica). Perbedaan rasa dari tingkat kepahitan, robusta lebih pahit daripada arabika.
Kedua jenis kopi tersebut ternyata tidak serta merta ditanam oleh masyarakat Indonesia. Penanaman tanaman kopi di Indonesia tidak lepas dari pengaruh penjajah kolonial Belanda. Pada masa awal pendudukan Belanda, banyak petani kopi menanam jenis kopi Arabika. Pesona kopi Arabika ini menggelora sampai ke mancanegara. Namun serangan “Hemilea vastarix” pada abad ke-19 boleh jadi bencana terbesar dalam sejarah kopi nusantara (kompas, 11/04/2018).
Hemilie vastrix menjadi penyebab penyakit karat daun. Serangan penyakit karat daun ini membuat Belanda mengganti penanaman kopi dengan jenis liberika (coffea liberica). Namun serangan hama merusak tanaman kopi liberika ini. Akhirnya Belanda menggantinya kembali dengan penanaman kopi jenis robusta yang berasal dari Kongo. Inilah asal mula jenis kopi robusta dan arabika mudah ditemui di pasaran kopi Indonesia.
Kedua jenis kopi ini memiliki nilai jual yang berbeda. Menurut pengalaman penulis, kopi arabika dijual dengan harga lebih mahal. Kalau tidak salah ingat, alasan dijual mahal karena matangnya biji kopi arabika tidak berbarengan. Sehingga proses pemetikannya membutuhkan waktu beberapa kali. Berbeda dengan biji kopi robusta yang bijinya matang berbarengan. Sehingga proses panennya dapat dilakukan sekali.
Namun berdasarkan sejarah di atas, ketahanan tanaman kopi jenis robusta membuat biji kopinya lebih murah daripada arabika. Ketahanan tanaman ini mungkin yang menjadi alasan bagi petani kopi untuk lebih memilih menanam kopi robusta. Ketahanannya yang tinggi mengakibatkan resiko gagal panennya juga semakin kecil.
Arabika memiliki nilai jual yang tinggi juga disebabkan dari jumlah produksinya yang relatif lebih kecil. Dari produksi kopi 639.305 ton biji beras kopi (green bean) tahun 2016, sebanyak 70 persen diekspor. Dari total ekspor itu, 90 persen merupakan ekspor robusta (Kompas, 11/04/2018).
Berdasarkan fakta sejarah, ketahanan penyakit, jumlah produksi dan perbedaan cara panen inilah yang menyebabkan nilai jual kopi arabika lebih tinggi daripada kopi robusta. Penulis meminum kedua jenis kopi ini disesuaikan dengan suasana. Apabila ingin suasana hati yang bersemangat, biasanya minum kopi robusta. Namun ketika ingin menikmati suasana, pilihan jatuh pada kopi arabika. Ciptakan kreasi kopimu sendiri!
Ditulis saat menunggu uji coba kelas 6.
Borobudur, 12 April 2018
Comments
Post a Comment