Featured Post
Kita yang Mengawasi Anak Kita
Rafi seringkali kedatangan teman-temannya. Rafi kali ini kedatangan dua anak perempuan dengan satu anak laki-laki. Dua anak perempuan ini sebenarnya teman yang seringkali datang menghampiri. Nama kedua anak perempuan ini adalah Hanifah dan Putri. Sedangkan anak laki-laki ini bernama Ferdi.
Hanifah dan Putri masih duduk di bangku SD kelas 4 dan 3. Mereka tidak sekolah di sekolah yang sama. Hanifah di Madrasah Ibtidaiyah Negeri. Sedangkan Putri bersekolah di SD Kanisius. Ferdi sendiri masih bersekolah di TK Kanisius. Kehadiran mereka yang usianya masih kecil sering membuat Rafi senang.
Namun kejadian kali ini berbeda. Rafi ketika bermain dengan mereka terjatuh dari mobil mainan yang ia naiki dan masuk ke selokan yang berada di taman tengah BKIA. Hal ini membuat Rafi menangis. Selain itu didapati luka lecet di pelipis Rafi sebelah kanan.
Aku merasa kecewa ketika mendengar Rafi menangis karena jatuh "njungkel" di selokan taman. Kekecewaanku mengarah kepada teman-teman Rafi. Kenapa mereka tidak mengawasi Rafi. Sampai-sampai Rafi bisa terjatuh. Mengapa mereka malah bermain sendiri tanpa memperhatikan gerak-gerik Rafi.
Ingin rasanya meluapkan kekecewaan tersebut kepada teman-teman Rafi. Aku pun ingin menyuruh mereka pulang. Bahkan bayangan untuk memarahi mereka juga terlintas di kepalaku. Namun kutahan pikiran-pikiran yang mengarah ke tindakan negatif ini.
Aku meredam kekecewaanku dengan berpikir kembali. "Pas" apa tidak kalau aku memarahi teman-teman Rafi yang usianya masih anak-anak ini. Selama proses berpikir ini aku terdiam. Diam sembari melanjutkan tugas harianku. Sampailah pada sebuah simpulan pemikiran.
Simpulan ini berujung pada pemikiran untuk tidak memarahi teman-teman kecil ini. Alasan yang paling utama adalah mereka datang kesini untuk bermain dengan Rafi. Bukan mengawasi Rafi selayaknya "baby sitter". Rasanya tidak tepat kalau memarahi mereka karena mereka bermain sendiri dan tidak memperhatikan Rafi.
Simpulan tersebut juga melahirkan gagasan baru. Bahwa kita sebagai orang tua tidak bisa melepaskan begitu saja anak kita di bawah pengawasan atau pengasuhan orang lain. Apalagi seolah memasrahkan pengasuhan anak kita ke teman-temannya yang lebih tua umurnya seperti cerita di atas.
Kita lah yang harus selalu mengawasi anak kita. Bahkan tugas pengawasan seharusnya bertambah ketika teman-teman anak kita datang bermain. Jadi kita harus mereposisi menjadi orang tua yang bertanggung jawab dengan senantiasa mengawasi gerak-gerik anak kita.
Senin, 16 April 2018
Comments
Post a Comment