Fear of Missing Out (FOMO) menjadi gejala psikologis yang banyak mempengaruhi generasi milenial. FOMO yang juga sering diartikan dalam bahasa Indonesia dengan istilah "takut ketinggalan" sering ditandai dengan perasaan galau karena tidak bisa terlibat. Bila tidak tertangani akan galau berkepanjangan.
Cerita tentang FOMO diilustrasikan dengan cerita seorang perempuan, sebut saja Bunga. Bunga sangat aktif di media sosial. Ia mengikuti berbagai akun mulai dari influencer sampai selebriti. Postingan kehidupan yang nyaman menghiasi beranda media sosialnya.
Bunga seringkali meniru gaya hidup orang-orang yang diikutinya. Pergi ke tempat-tempat eksotis, makan di tempat yang sedang hits bahkan melakukan "challange" hanya untuk sebuah tagar.
Bunga karena suatu hal tidak bisa melampiaskan hasratnya untuk mengikuti jejak para "influencer" yang diikutinya. Kegalauan menyelimuti hati Bunga. Bunga merasa kecewa, sampai-sampai merasa bersalah hanya karena takut tertinggal hal-hal yang viral.
Di saat yang hampir bersamaan, Bunga mendapat undangan dari temannya untuk sebuah pesta. Namun karena tuntutan pekerjaan ia tidak bisa mengikuti pesta itu. Padahal pesta itu dibiayai secara mandiri di sebuah resort yang mahal.
Tak lama kemudian, Bunga melihat postingan pesta tersebut menghiasi beranda media sosial miliknya. Bunga merasakan kekecewaan yang begitu mendalam. Si gadis millenial ini merasa kalah eksis dan tertinggal dengan teman-temannya.
Kekecewaan dan kegalauan yang dirasakan Bunga karena tidak terlibat atau tertinggal pada sebuah momen menjadi contoh gejala FOMO. Gejala FOMO menjadi momok bagi kesehatan mental generasi digital seperti saat ini.
Terpaan informasi dan postingan yang menggoda menggempur setiap pemilik media sosial dimanapun dan kapanpun. Baik ketika mata terpejam saat tidur ataupun saat mata terjaga. FOMO harus dilawan dengan kesadaran diri sendiri.
Setiap insan manusia harus menyadari bahwa tidak semua kegiatan bisa dilakukannya. Kesadaran akan keterbatasan pada ruang, waktu dan materi harus tertanam pada sanubari. Artinya tidak semuanya bisa diikuti.
Apalagi apa yang tertampil di media sosial belum tentu hal yang benar adanya. Dan yang pasti, apa yang ditampilkan seseorang di dunia maya adalah hal-hal yang bagus saja. Bahkan tidak jarang hal yang dibagus-baguskan. So, tidak perlu bersedih hanya karena tidak bisa melakukan seperti apa yang diposting orang di media sosial. Milikilah prinsip jadilah diri sendiri!
Comments
Post a Comment