Awalnya saya tidak percaya diri ketika menulis dengan sudut pandang saya. Setelah menyelami berbagai macam tulisan, sudut pandang "saya" menjadi hal yang keren juga. Banyak kolumnis kondang menggunakan sudut pandang saya. Ditambah dengan konsep "mengikat makna" menjadikan sudut pandang saya bukanlah tulisan yang remeh temeh.
Saya di awal menulis lebih suka dengan tulisan-tulisan opini. Layaknya tulisan opini pada umumnya, saya menyukai opini yang memuat beberapa kutipan dan data. Kalau sudah ada kutipan dan data kesannya ilmiah banget. Dan keilmiahan ini menjadi tanda kerennya sebuah tulisan.
Kesadaran itu muncul ketika membaca buku Prof. Mudrajad Kuncoro yang berjudul "Mahir Menulis: Kiat Jitu Menulis Artikel Opini, Kolom dan Resensi Buku." Di bagian yang membahas tentang menulis kolom, saya menemukan bahwa menulis dengan sudut pandang "saya" menjadi ciri sekaligus keunggulan seorang kolumnis.
Penemuan bahwa sudut pandang "saya" adalah sebuah keunggulan, saya tindak lanjuti dengan membaca tulisan beberapa kolumnis. Saya pun membaca beberapa tulisan dari Prie GS, Emha Ainun Najib, dan Umar Kayam. Kesimpulannya, sudut pandang "saya" tidak kalah keren dengan tulisan opini yang ilmiah.
Sudut pandang "saya" membuat tulisan menjadi lebih "sastrawi." Lebih enak dibaca dan dinikmati oleh siapapun. Ternyata gaya-gaya tulisan seperti ini yang kini lebih diminati oleh anak-anak muda yang getol berselancar di dunia maya. Saya kira tulisan masa kini yang digemari adalah tulisan kompletatif bermakna tinggi namun dikemas dengan bahasa sederhana dalam sudut pandang "aku."
Sudut pandang "saya" pun sekarang lebih bertaji lagi ketika si penulis adalah seorang "influencer." Influencer dengan jutaan followers tidak bisa dianggap sebelah mata. Lihat saja hasilnya ketika tahun lalu. Dimana banyak influencer yang terlibat dalam "aksi" turun ke jalan. Tulisan dan analisis mereka benar-benar sampai di generasi muda dan menggerakkan mereka.
Saya kini lebih percaya diri ketika menulis blog pribadi dengan sudut pandang "saya." Pemilihan sudut pandang inilah yang menjadi nilai jual dan pembeda blog saya dengan blog yang lain. Sekali lagi, tulisan dengan sudut pandang "aku" tidak kalah pamor dengan tulisan opini yang ilmiah itu.
Saya semakin mantab menulis dengan sudut "saya" ketika membaca bukunya bapak almarhum Hernowo yang berjudul "Mengikat Makna Update." Di buku yang warna sampulnya bernuansa biru ini dikatakan bahwa beliau memiliki cara-cara khas dalam membuat buku.
Cara khas dalam membuat buku ini tercakup dalam tiga cara. Pertama, buku yang dibuat berasal dari kumpulan tulisan. Kedua, buku dibuat menggunakan pola bab. Ketiga, menulis secara bercerita.
Menulis secara bercerita otomatis menggunakan sudut pandang "saya." Pengunaan kata "saya" juga berkesan lebih intim ketika dikonsumsi oleh pembaca. "Saya" ini pulalah yang membuat tulisan mengalir bak sebuah cerita.
Maka tulisan ini saya tutup dengan sebuah simpulan bahwa tulisan dengan sudut pandang saya merupakan hal yang keren. Sudut pandang "saya" membuat sebuah tulisan menjadi cerita. Cerita memiliki daya magis. Seperti yang dikatakan oleh AS Laksana, sastrawan kondang di salah satu channel Youtube.
"Karena setiap orang menyukai cerita. Tidak ada orang yang menolak cerita .... Cerita bisa disampaikan secara akrab .... Ketika bertemu dengan temen deket, kita berbagi cerita kok, bukan berbagi teori. Cerita tidak mengancam pikiran. Tetapi teori atau ideologi atau apapun itu, itukan bisa membuat orang waspada. Tapi cerita tidak!" kata As Laksana.
Comments
Post a Comment