Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengaj...

Tulisan Dengan Sudut Pandang "Saya" Juga Keren Lho!

Awalnya saya tidak percaya diri ketika menulis dengan sudut pandang saya. Setelah menyelami berbagai macam tulisan, sudut pandang "saya" menjadi hal yang keren juga. Banyak kolumnis kondang menggunakan sudut pandang saya. Ditambah dengan konsep "mengikat makna" menjadikan sudut pandang saya bukanlah tulisan yang remeh temeh.


Saya di awal menulis lebih suka dengan tulisan-tulisan opini. Layaknya tulisan opini pada umumnya, saya menyukai opini yang memuat beberapa kutipan dan data. Kalau sudah ada kutipan dan data kesannya ilmiah banget. Dan keilmiahan ini menjadi tanda kerennya sebuah tulisan.


Kesadaran itu muncul ketika membaca buku Prof. Mudrajad Kuncoro yang berjudul "Mahir Menulis: Kiat Jitu Menulis Artikel Opini, Kolom dan Resensi Buku." Di bagian yang membahas tentang menulis kolom, saya menemukan bahwa menulis dengan sudut pandang "saya" menjadi ciri sekaligus keunggulan seorang kolumnis.

Penemuan bahwa sudut pandang "saya" adalah sebuah keunggulan, saya tindak lanjuti dengan membaca tulisan beberapa kolumnis. Saya pun membaca beberapa tulisan dari Prie GS, Emha Ainun Najib, dan Umar Kayam. Kesimpulannya, sudut pandang "saya" tidak kalah keren dengan tulisan opini yang ilmiah.

Sudut pandang "saya" membuat tulisan menjadi lebih "sastrawi." Lebih enak dibaca dan dinikmati oleh siapapun. Ternyata gaya-gaya tulisan seperti ini yang kini lebih diminati oleh anak-anak muda yang getol berselancar di dunia maya. Saya kira tulisan masa kini yang digemari adalah tulisan kompletatif bermakna tinggi namun dikemas dengan bahasa sederhana dalam sudut pandang "aku."

Sudut pandang "saya" pun sekarang lebih bertaji lagi ketika si penulis adalah seorang "influencer." Influencer dengan jutaan followers tidak bisa dianggap sebelah mata. Lihat saja hasilnya ketika tahun lalu. Dimana banyak influencer yang terlibat dalam "aksi" turun ke jalan. Tulisan dan analisis mereka benar-benar sampai di generasi muda dan menggerakkan mereka.

Saya kini lebih percaya diri ketika menulis blog pribadi dengan sudut pandang "saya." Pemilihan sudut pandang inilah yang menjadi nilai jual dan pembeda blog saya dengan blog yang lain. Sekali lagi, tulisan dengan sudut pandang "aku" tidak kalah pamor dengan tulisan opini yang ilmiah itu.

Saya semakin mantab menulis dengan sudut "saya" ketika membaca bukunya bapak almarhum Hernowo yang berjudul "Mengikat Makna Update." Di buku yang warna sampulnya bernuansa biru ini dikatakan bahwa beliau memiliki cara-cara khas dalam membuat buku.

Cara khas dalam membuat buku ini tercakup dalam tiga cara. Pertama, buku yang dibuat berasal dari kumpulan tulisan. Kedua, buku dibuat menggunakan pola bab. Ketiga, menulis secara bercerita.

Menulis secara bercerita otomatis menggunakan sudut pandang "saya." Pengunaan kata "saya" juga berkesan lebih intim ketika dikonsumsi oleh pembaca. "Saya" ini pulalah yang membuat tulisan mengalir bak sebuah cerita.

Maka tulisan ini saya tutup dengan sebuah simpulan bahwa tulisan dengan sudut pandang saya merupakan hal yang keren. Sudut pandang "saya" membuat sebuah tulisan menjadi cerita. Cerita memiliki daya magis. Seperti yang dikatakan oleh AS Laksana, sastrawan kondang di salah satu channel Youtube.

"Karena setiap orang menyukai cerita. Tidak ada orang yang menolak cerita .... Cerita bisa disampaikan secara akrab .... Ketika bertemu dengan temen deket, kita berbagi cerita kok, bukan berbagi teori. Cerita tidak mengancam pikiran. Tetapi teori atau ideologi atau apapun itu, itukan bisa membuat orang waspada. Tapi cerita tidak!" kata As Laksana.

Comments

Baca Juga