Saya sering mengantar dan menemani Rafi naik odong-odong. Kami naik odong-odong di pinggiran pagar sebelah timur Candi Borobudur. Di tempat itu biasanya ada dua tukang odong-odong yang mangkal. Sebut saja odong-odong A dan B.
Kami dulu suka menggunakan jasa odong-odong A. Kami berlangganan odong-odong A ini sudah hampir dua tahun. Namun, seminggu terakhir ini bergeser ke odong-odong B. Mengapa bisa bergeser ke odong-odong B?
Jawabannya karena lampu kelap-kelip odong-odong B lebih terang. Walau sebenarnya odong-odong B aslinya lebih usang daripada odong-odong A. Bahkan penjaga odong-odong A terbukti lebih ramah daripada odong-odong B.
Saya seminggu ini merasakan sekali "ketidakramahan" itu. Kalau Rafi naik odong-odong B dirasa terlampau lama, maka si abang odong-odong B ini suka meluncurkan kata-kata sindiran.
"Wah, anaknya betah ya mas, naik odong-odong?" ini sindiran pertama ketika Rafi pertama kali naik odong-odong B. Saya kerasa dengan sindiran itu namun tidak merespon. Akhirnya si tukang odong-odong B ini sedikit mengintimidasi Rafi agar segera turun. Akhirnya saya bayar dan kami pun pulang.
Belum ada seminggu, saya kembali lagi ke tempat yang sama. Tidak ke odong-odong A, tapi malah kembali ke odong-odong B. Ketidakramahan itu tertutupi dengan pancaran sinar odong-odong B yang lebih terang daripada A.
Ketika naik untuk kedua kalinya ini, sindiran datang kembali. Belum lama naik odong-odong B ini, si tukang odong-odong udah bilang, "Wah, putrane sudah ngantuk ini, mas." Padahal jelas-jelas mata Rafi masih menciring dan terbuka lebar.
Dengan setengah emosi, saya jawab saja, "Dah pak, saya manut nanti bayar berapa pun. Yang penting anak saya naik odong-odong sampai puas." Saya berkata seperti itu karena saat itu tidak ada anak lain yang mengantri mau naik odong-odong B ini. Si Tukang odong-odong diam saja. Saya yakin dia paham dengan sindiran balik dari saya.
Makna Pengalaman
Cerita di atas memberikan pengalaman lebih dari sekedar sindiran atau keluhan ketika naik odong-odong. Namun ada sisi marketing yang bisa kita kulik dan ambil hikmahnya. Mengapa banyak pelanggan odong-odong A berpindah ke B dan kini odong-odong A sepi peminat, padahal odong-odong A terbukti lebih ramah?
Setelah direnung-renungkan, lampu odong-odong B lebih terang dan gemerlap dari odong-odong B. Terangnya lampu menjadi daya tarik tersendiri. Walau pelayanannya tidak sebaik yang A. Lampu terang terbukti lebih banyak mengumpulkan orang.
Terkait lampu terang, toko modern seperti Indomaret dan Alfamart juga menggunakannya. Lampu-lampu di kedua toko modern ini lebih terang daripada warung atau toko kelontong tetangga kita. Lampu ini membuat pelanggan seperti laron yang mendekati sumber cahaya.
Dari sini kita belajar, bahwa tampilan yang cerah dan menarik mata itu penting. Terutama dalam hal pemasaran produk barang dan jasa. Banyak produk yang lebih laku karena kemasannya lebih bagus daripada produk lain yang sejenis.
Di era digital ini, tampilan yang menarik harus terpancar dari akun media sosial, website dan/ atau iklan produk yang ditawarkan. Terbukti gambar foto atau video yang bagus lebih menarik minat calong pelanggan di dunia maya.
Maka konten produk dan jasa yang ditawarkan di media sosial tidak boleh sembarangan ditampilkan. Media sosial harus dikelola dengan baik. Diantaranya harus dilengkapi dengan adanya desainer grafis yang mumpuni. Dimana desain grafis itu bisa membuat grafis yang mencolok mata para calon pelanggan.
Tak berhenti sampai disini, media sosial yang menjual produk dan jasa harus terkelola dengan baik. Harus ada admin media sosial yang bisa membalas pesan dan komentar secara cepat. Kecepatan membalas dan isi balasan ini yang membuat media sosial suatu produk atau jasa lebih "berkilau" daripada pesaing.
Oleh karena itu, tampilan media sosial penting. Fungsinya mirip lampu odong-odong tadi. Desain konten media sosial, website dan iklan yang bagus lebih membuat orang tertarik. Berawal dari ketertarikan itulah penjualan sebagai hasil dari marketing pun terjadi.
Rahma Huda Putranto,
Borobudur, 18 Juni 2020
Comments
Post a Comment