Mengapa ada orang yang nasibnya berbeda?
Ada orang yang gampang cari duit, ada yang tidak. Ada orang yang mudah memperoleh uang, ada juga yang susah. Ya, semua itu terjadi di dunia nyata. Malah orang yang "nasibnya" susah itu lebih banyak daripada orang yang nasibnya baik.
Kejadian nyata di dunia ini seperti ini. Bossman Sontoloyo, Mardigu Wowiek Prasantyo mengatakan bahwa ada 375 orang yang bila kekayaannya digabung, setara dengan jumlah kekayaan 3 milyar orang. Sebut saja Warren Buffet, Donald Trumpd, Jeff Bezos, dll. Orang-orang ini menjadi contoh kongkrit kalau beda nasib itu benar-benar ada.
Padahal otak orang-orang yang "bernasib" kaya itu sama seperti orang yang "bernasib" miskin. Susunan otaknya sama. Susunan syarafnya sama. Walau ada sedikit perbedaan dengan IQ di masing-masing orang. Namun IQ bisa berubah seiring usia seseorang. Menurut kebanyakan orang, IQ hanya menjadi pembeda cepat atau tidaknya seseorang berpikir.
Namun, bila ditelisik lebih jauh. Kesadaran otak --yang menjadi penentu tindakan ini-- berbeda pada setiap orang. Penelitian tentang otak mengatakan bahwa penentu terbesar tindakan seseorang adalah pikiran bawah sadar. Pikiran bawah sadar (subconcious) menguasai 88% tindakan. Sedangkan pikiran sadar (concious) hanya menguasai 12% tindakan.
Kembali ke orang-orang yang "bernasib" kaya tadi. Orang-orang kaya itu memiliki kesadaran akan kekayaan yang lebih besar daripada kebanyakan orang. Kesadaran kekayaan ini yang menguasai pikiran bawah sadar orang-orang kaya.
Pikiran bawah sadar yang berupa kesadaran kaya ini sering ditandai dengan adanya keinginan, keyakinan, strategi dan kepercayaan. Orang-orang "bernasib" makmur lebih unggul pada keempat hal itu. Mereka sangat yakin kalau uang itu bersahabat dengan mereka. Bukan seperti orang "bernasib" miskin yang menganggap kekayaan itu hal yang hina.
Selain itu, keyakinan orang-orang "bernasib" kaya itu diiringi dengan doa yang penuh keyakinan. Dimana doa itu selalu dilantunkan sampai tertanam di alam bawah sadar. Kepercayaan pada doa ini membawa mereka ke tempat yang penuh kemakmuran.
Orang-orang "bernasib" kaya tidak memiliki keraguan --tidak yakin, mereka tetap percaya bahwa doa-doa untuk kemakmuran itu akan terwujud. Saking seringnya doa itu dipanjatkan, tidak ada tempat untuk "me-maido" apa yang diinginkan itu. Karena orang-orang "bernasib" kaya yakin bahwa keraguan menjadi pembatal doa.
Borobudur, 16 Juni 2020
Rahma Huda Putranto
Yang sedang menghayati Prosperity Conciousness
Comments
Post a Comment