"Otak manusia diciptakan untuk bertahan hidup, bukan untuk bahagia."
Ungkapan di atas saya peroleh ketika melihat cuplikan video di Youtube. Video tersebut merekam wawancara dengan Anthony Robbins. Kata-kata di atas hanya diucapkan satu kali namun sangat membekas.
Apa betul otak manusia itu diciptakan untuk bertahan hidup bukan agar manusia bahagia?
Saya rasa betul. Manusia bisa bertahan hidup melewati berbagai zaman, situasi dan kondisi karena otaknya. Manusia bisa tinggal di Kutub Utara dimana udaranya sangat dingin karena memiliki otak. Agar bisa bertahan hidup, manusia salah satunya menciptakan pakaian dari kulit binatang.
Manusia juga menghadapi musim atau cuaca yang ekstrim. Badai, angin tornado, atau pasang-surut air laut sering terjadi. Manusia menggunakan otaknya untuk berrahan dari cuaca ekstrim itu. Terciptalah bunker untuk berlindung dari tornado. Atau terciptanya beton pemecah ombak untuk melawan arus pasang air laut.
Begitu pula ketika manusia harus bertahan hidup dengan melawan binatang. Manusia menyalakan api agar hewan liar tidak mendekatinya ketika berada di tengah hutan.
Manusia pun menemukan sebab kenapa manusia lain bisa mati hanya karena gejala panas yang naik dan turun. Sebab ini harus dicari agar manusia bisa bertahan hidup. Akhirnya ditemukan bahwa demam ini disebabkan oleh nyamuk malaria atau aides aigepty.
Tak berhenti sampai disitu. Manusia mencari tahu makhluk hidup yang lebih kecil dari nyamuk. Ternyata ada bakteri atau virus. Makhluk yang sangat kecil itu ternyata tak kalah mematikan dari kondisi cuaca, hewan liar atau nyamuk.
Jadi, ada benarnya juga bahwa otak diciptakan untuk bertahan hidup. Lantas kebahagiaan letaknya dimana? Kebahagiaan itu efek, dampak atau pengiring yang timbul setelah manusia mampu bertahan hidup.
Maka, tempatkan otakmu di suasana dimana kamu berada di posisi antara hidup atau mati. Pada kondisi itu otakmu pasti akan bekerja. Karena otak diciptakan agar manusia bisa bertahan hidup.
Satu tambahan tentang posisi kebahagiaan dan bertahan hidup, gimana mau bahagia kalau gak bisa hidup?
Rahma Huda Putranto
Selasa pagi, 28 Juli 2020
Comments
Post a Comment