Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengaj...

"Keteteran"


Kata di atas paling cocok untuk menggambarkan keadaan saya minggu ini. "Keteteran" artinya tersendat, atau bahkan bisa diartikan terlambat. Saya sangat "keteteran" dalam menjalani Pendidikan Guru Penggerak minggu ini.

Dalam minggu ini, tepatnya Kamis, 25 November kemarin, saya harus melakukan banyak koordinasi untuk mempersiapkan Upacara Peringatan HUT ke-76 PGRI dan Hari Guru Nasional Tahun 2021. Saya harus menghubungi banyak pihak. Terutama bagian Humas dan Protokol Pimpinan Setda Kabupaten Magelang.

Telepon saya seringkali berdering. Entah dari kepala subbagian humas dan protokol, MC, media, pengisi acara dan lain sebagainya. Saya juga harus melakukan komunikasi secara internal dengan pimpinan PGRI Kabupaten Magelang. Semua harus mendapatkan perkembangan persiapan secara realtime, 24 jam!

Hal yang paling mengesankan dan paling bikin jantung mau copot adalah belum tuntasnya nota dinas untuk kegiatan upacara. Informasi ini saya peroleh dari Bapak Kasubbag pukul 15.45 WIB. Waktu itu posisi saya sedang mencarikan pakaian PGRI untuk beberapa pejabat yang akan mengikuti upacara.

Saya utus istri saya ke kantor TU Bupati. Saya terpaksa mengutus istri saya karena situasi sudah benar-benar genting. Saya punya keyakinan kalau istri saya dapat memahami apa yang menjadi keinginan dari pihak TU Bupati. Istri saya sehari-hari juga bekerja dengan para pimpinan di lingkungan kabupaten.

Benar saja, TU Bupati meminta saya untuk mendapatkan tanda tangan dari bapak Sekretaris Daerah Kabupaten Magelang malam itu juga. Tanda tangan pun harus berjenjang dari asisten sekda baru kemudian diserahkan ajudan di rumah dinas. Haa, dalam situasi normal, prosedur ini bisa menghabiskan waktu selama satu minggu. Namun, semua ini harus saya dapatkan dalam waktu semalam.

Ketua PGRI Kabupaten Magelang mengetahui situasi yang saya hadapi. Beliau langsung menelpon ajudan Bupati. Beliau menyampaikan argumentasi untuk meringankan kerja saya. Akhirnya, saya bersama beliau sore menjelang Maghrib sowan ke rumah bapak Asisten 1. Bapak Asisten 1 memberikan banyak masukkan. Bahkan beliau berpendapat kalau nota dinas ini tidak perlu dibuat oleh PGRI. Saya juga berpendapat demikian. PGRI bukan "dinas" yang berada di bawah struktur/garis komando pemerintahan.

Kami sampai di rumah dinas tepat saat adzan Maghrib. Beliau bertemu dengan ajudan senior. Beliau menjelaskan bahwa disposisi dari Bapak Bupati sudah turun sejak beberapa hari yang lalu. Disposisi kami tunjukkan. Disposisi ini mengubah "posisi" nota dinas. Memang benar, ajudan juga sudah tidak meminta adanya nota dinas.

Setelah kejadian tersebut, bapak ketua PGRI pulang ke rumahnya. Saya tetap bertekad untuk sowan ke rumah Bapak Sekretaris Daerah Kabupaten Magelang malam ini juga. Berdasarkan informasi yang saya peroleh, bapak sekda malam ini ada agenda di Jogja. Rencananya akan berangkat pukul 19.00 wib dari rumah.

Saya pulang. Saya pulang hanya sekedar mampir. Anak-anak ternyata "klayu". Ingin ikut. Saya beserta anak-istri berangkat ke rumah pak Sekda. Setelah menunggu beberapa puluh menit, akhirnya saya bisa bertemu dengan Bapak Sekda. Banyak hal saya peroleh dari pertemuan singkat itu. Terasa spesial ketika berpamitan, ibu sekda turut serta mengantar sampai ke halaman depan rumah.

Hari Berikutnya

Keesokan harinya masih saja ada kegiatan yang harus diikuti. Sampai hari Sabtu, saat refleksi ini ditulis, kegiatan dan tanggung jawab masih banyak yang harus diselesaikan. Saya tidak bisa mengelak dari tanggung jawab itu.

Saya biasa menulis refleksi dengan menggunakan waktu antara 20-60 menit. Namun, refleksi ini saya tulis selama dua hari. Itupun hari Minggu baru bisa diposting di LMS.

Inilah minggu terpadat saya selama mengikuti Pendidikan Guru Penggerak. Saya belajar banyak dari kejadian Minggu ini. Bahwa semua kegiatan sebenarnya bisa berjalan dengan baik, saling mendukung, dan saling beriringan jika terencana dengan matang. Saya perlu mengubah sistem manajemen diri.

Saya perlu mengedepankan sikap disiplin. Sebab, rencana tak akan berarti jika tak dilaksanakan dengan penuh kedisiplinan. Kedisiplinan menjadi salah satu kunci dalam mengimplementasikan suatu rencana.

Borobudur, 28 November 2021


Comments

Baca Juga