Featured Post
- Get link
- X
- Other Apps
Belajar Kehidupan dari Buku Who Moved My Cheese
Saya sedang membaca buku bagus. Judul bukunya adalah “Who Moved My Cheese?” karya Spencer Johnson. Keunikan buku ini terletak pada setting narasinya. Buku ini menceritakan sebuah diskusi yang dilakukan oleh alumni sekolah menengah atas ketika reuni.
Buku ini tidak menceritakan para alumni atau kegiatan reuni. Akan tetapi, buku ini menceritakan apa yang mereka bicarakan. Sederhananya, buku ini menceritakan apa yang diceritakan oleh salah seorang alumni.
Salah seorang alumni menceritakan tentang empat tokoh yang hidup di dalam labirin. Keempat tokoh tersebut terdiri dari dua ekor tikus dan dua ekor kurcaci. Keempat tokoh ini hidup di dalam labirin dengan cara mencari keju.
Ciri umumnya marah kaum tikus mereka tidak berpikir tapi hanya sekedar menggunakan nalurinya sehingga ketika terjadi perubahan tempat keju itu mereka langsung bergerak mencium dan mencari
Karakter tikus dan kurcaci ini berbeda. Para kurcaci mirip dengan manusia. Mereka diberi anugerah berupa pikiran dan perasaan. Berbeda dengan tikus, para tikus tidak memiliki kelebihan pada aspek pikiran dan perasaan. Tikus bergerak hanya mengikut naluri. Oleh karenanya, ketika para kurcaci sibuk menganalisa situasi, para tikus sudah bergerak menelusuri labirin untuk mencari keju.
Buku ini memang menggambarkan bagaimana keempat tokoh dengan karakter berbeda ini memberikan respon pada perubahan. Salah satu hal yang saya pelajari dari kisah dan karakter ini adalah bagaimana memposisikan pikiran dan perasaan secara efektif dan efisien. Pikiran dan perasaan dapat mendukung penyesuaian diri akan perubahan, tapi mungkin juga menghambat perubahan.
Perubahan harus dihadapi dengan bijaksana. Bila kita menghadapi perubahan dengan terlalu banyak berpikir, kita bisa saja kalah cepat. Momentum perubahan tidak terjadi berulang-kali. Disinilah kita perlu berpikir dan merasa secukupnya. Jangan sampai berlarut-larut dalam berpikir bahkan sampai terbawa perasaan (baper).
Sementara itu, kita tidak boleh melupakan pikiran dan perasaan. Perubahan yang dihadapi dengan kepolosan tentu akan merugikan kita. Misalnya, kita bertindak seperti tikus pada cerita di atas. Si Tikus tidak berpikir dan tidak merasa. Mereka bergerak atas dasar insting. Kalau hanya bermodalkan insting, kehidupan kita yang akan menjadi korban.
Perubahan yang tidak dihadapi dengan pikiran dan perasaan, akan membuat kita hanyut pada keadaan. Bisa juga hanyut menjadi korban keinginan orang lain. Disinilah kita perlu melibatkan otak dan pikiran kita secara cerdas.
Sampai disini terlihat jelas, pekerjaan rumah bagi pribadi manusia terletak pada bagaimana mengelola pikiran dan perasaan. Salah satu cara mengendalikan perasaan dan pikiran adalah membayangkan yang mungkin kita raih, peroleh atau impikan. Jadi, bukan membayangkan bagaimana kalau kita tidak bisa memperoleh impian atau cita-cita. Sebab, bayangan-bayangan tersebut akan menghambat pikiran. Yang muncul mendominasi justru perasaan alias baper. Jadi, atur hati dan pikiran kita untuk fokus pada keberhasilan, bukan kegagalan.
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Sepertinya menarik, jadi pengen baca juga buku Who Moved My Cheese.
ReplyDeleteIya, bisa didownload di Google :D
Delete