Featured Post
- Get link
- X
- Other Apps
Saya merasa Embuh
“Saya merasa Embuh”
Tulisan di atas bukan berasal dari perasaan saya. Kebetulan saya berada di belakang sebuah mobil pick up. Ada kalimat di atas besar sekali. Terpampang di bagian bak belakang mobil pick up. Sayang, mobil tersebut melaju kencang. Padahal saya baru merogoh HP untuk memfotonya.
Saya kira tulisan di atas sangatlah umum dan manusiawi. Banyak orang yang merasakannya. Saya juga pernah merasakan “ke-embuh-an.” Terutama ketika banyaknya tanggung jawab yang perlu diselesaikan. Oh iya, “embuh” bila diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti “tidak tahu.”
Maknanya dari kalimat “Saya merasa embuh” kurang lebih menjadi “saya merasa tidak tahu”. Tepatnya, tidak tahu apa yang sedang dirasakan. Sampai-sampai kita bingung. Apa yang sedang dirasakan oleh diri ini. Lantas muncul pertanyaan, apakah gejala “embuh” seperti ini baik bagi diri sendiri maupun orang lain?
Pembaca sekalian tentu akan menjawab tidak baik. Sebab, memang benar-benar tidak baik. Bahaya sekali kalau diri ini tidak mengetahui apa yang sedang dirasakannya. Bahkan beberapa ada yang terjebak pada rasa “embuh” yang terjadi di masa lalu. Beberapa juga terbuai dengan “ke-embuh-an” masa depan.
Orang dewasa terkadang memang sering merasa “embuh”, tapi anak-anak lebih sering merasakan “ke-embuh-an”. Anak-anak belum dibekali kemampuan dan pengalaman untuk mengidentifikasi perasaannya. Mereka terlihat kesusahan dalam membedakan antara sedih dengan marah.
Parahnya, ada juga di antara kita yang keliru membedakan perasaannya sendiri. Walau usianya sudah memasuki kepala tiga. Sulit membedakan perasaan khawatir dengan takut. Ia merasa takut tapi diidentifikasi oleh dirinya sebagai perasaan khawatir. Padahal keduanya berbeda. Otomatis penangannya pun berbeda.
Ada satu pelajaran berharga ketika menghadapi situasi atau perasaan “embuh”. Pelajaran ini saya peroleh dari program Pendidikan Guru Penggerak. Perasaan “embuh” dapat dilawan dengan metode STOP. Kita berhenti sejenak dari apa yang sedang kita lakukan. Selanjutnya kita menghirup nafas dalam. Tarikan dan hembusan nafas dilakukan dengan rileks tanpa memikirkan apapun.
Ketika hati dan pikiran sudah tenang, kita kemudian membuka mata dan memikirkan hal-hal yang sedang kita hadapi. Pikiran dan perasaan kita akan menjadi lebih segar. Kesegaran ini disinyalir berasal dari asupan oksigen yang masuk sampai ke dalam otak. Alhamdulillah, rasa “embuh” itu hilang. Berganti dengan kejelasan terhadap apa yang kita rasa dan pikirkan.
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment