Featured Post
- Get link
- X
- Other Apps
Triman Laksana: Sederhana, Prestatif dan Inspiratif
Saya mendengar cerita hidupnya ketika kegiatan Pelatihan Guru Utama Revitalisasi Bahasa Daerah di Balai Bahasa Jawa Tengah. Apa yang beliau ceritakan pada kegiatan yang berlangsung pada 19-23 Mei 2023 ini berbeda dengan kesan yang saya peroleh ketika bertemu Pak Triman Laksana untuk kali pertama.
Pertemuan pertama saya terjadi belum lama. Kira-kira dua minggu yang lalu. Kami berjumpa secara tidak sengaja salah satu rumah duka. Beliau dan saya sama-sama bertakziyah. Tampilan beliau sederhana. Tapi ketika beliau menceritakan tentang pengalamannya melatih teater, saya langsung bisa menebak. Pasti ini yang namanya Pak Triman Laksana.
Betul sekali. Beliau menjawab pertanyaan yang berisi keraguan dari saya. Obrolan kami di rumah duka ini sempat ngalor-ngidul. Hingga membuat teman saya-Mas Imam, merasa tidak enak dengan keluarga yang sedang berduka. Saya memahami kode itu. Hingga kami secara alami menghentikan obrolan yang bahasannya melebar sampai kemana-mana.
"Yen do tak turuti, iso tekan shubuh!" begitu kata Imam setelah kami berpamitan.
Selama di Balai Bahasa, saya tidak mengobrol banyak dengan Pak Triman Laksana. Begitu pun ketika beliau menyampaikan materi. Saya tidak berbicara. Ini aneh. Tidak biasa saya terdiam di forum-forum seperti ini.
Lidah saya juga terasa kelu. Terutama ketika Triman Laksana bertanya, berapa jumlah koleksi buku bapak/ibu guru yang saat ini hadir di ruangan ini. Sampai-sampai tidak ada satu orang pun yang mengangkat tangan ketika ditanyai apakah ada 30 buku non-teks di rumah masing-masing.
Sebenarnya saya memiliki koleksi buku lebih dari 1000 eksemplar. Saya mau mengatakannya. Tapi entah kenapa hal ini tertahan di balik tempurung kepala. Tidak bisa "berbangga" dengan buku yang saya miliki dan baca selama ini.
Alasannya jelas. Saya malu. Saya tidak tahu satu judul buku yang diungkap oleh Pak Triman Laksana. Yang beliau sebutkan semuanya termasuk buku fiksi. Sementara itu, koleksi buku saya lebih banyak buku-buku non-fiksi.
Saya tidak bisa berbangga dengan jumlah koleksi buku saya. Ternyata letak keberhasilan seseorang bukan pada banyaknya buku yang dimiliki. Tapi hasil apa yang sudah diperoleh dari buku-buku tersebut.
Pak Triman Laksana yang merupakan seseorang dengan pendidikan terakhir STM ini berhasil mencapai puncak karir. Sebelum menjadi penulis penuh waktu, ia merupakan manajer produksi di salah satu restoran terkenal di Jawa. Bahkans ebelumnya beliau adalah seorang juru masak (Cheff) di hotel bintang 4.
Karirnya di dunia literasi juga tidak dapat diragukan lagi. Berbagai juara tulis-menulis tingkat nasional diraihnya berkali-kali. Belum lagi jam terbangnya menjadi narasumber yang membahas tentang literasi. Yang terakhir, ia menceritakan passive income-nya berupa royalti dari penerbit buku-buku karangannya.
Disini saya kagum terhadap seorang Triman Laksana. Tampil sederhana dengan pengalaman dan prestasi luar biasa. Inilah kesan pertemuan saya dengan Triman Laksana. Sederhana, prestasi, nyaman diajak berdiskusi!
Ungaran, 20 Mei 2023
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment