Pagi ini
secara tidak sengaja penulis melihat sebuah postingan infografis. Yang isinya
berkaitan dengan tema Risiko Jika Ibu Tidak Punya “Me Time”. Rangkaian
infografis tersebut terdiri dari 5 gambar termasuk 1 judul besar. Adapun isi
infografis tersebut adalah (1) Menyimpan depresi, ibu tidak bisa menyalurkan
keinginan sehingga mudah stres dan depresi; (2) Melampiaskan Kemarahan pada
Anak, Stres dan depresi membuat kerap melampiaskan amarah pada anak; (3) Sering
bertengkar dengan suami, ada rasa tidak puas dalam diri ibu sehingga kerap kali
dilampiaskan kepada suami; (4) Jadi? Ibu tetap perlu “me time”, shooping,
merawat diri dan berjalan-jalan sejenak bisa membantu ibu mengurangi stres!
Risiko
sering kita dengar di kehidupan sehari-hari. Kata risiko sering dirangkai
dengan hal-hal yang berpotensi buruk namun dapat dicegah dengan
tindakan-tindakan tertentu. Misal, di daerah pegunungan sering ada himbauan
terkait risiko tanah longsor. Risiko tanah longsor ini biasa diiringi dengan
himbauan pencegahan berupa reboisasi, membuat terasering dan lain sebagainya.
Rangkaian
infografis ini memang berisi “bahaya” yang bisa terjadi ketika ibu tidak punya
waktu untuk dirinya sendiri. Yang kemudian di akhir infografis ini
dideskripsikan bahwa “me time” seorang ibu berupa kegiatan “shooping, merawat
diri dan berjalan-jalan”. Saya merasa kasihan kalau ada seorang ibu yang
menagih suaminya kegiatan-kegiatan tersebut. Padahal kegiatan tersebut identik
dengan pengeluaran golongan keluarga penghasilan menengah ke atas.
Sehingga
dirasa perlu untuk merumuskan langkah-langkah praktis agar ibu dapat rehat
sejenak tanpa merugikan anak atau anggota keluarga yang lain. Bentuk tindakan
yang merugikan anak yang terpampang jelas di infografis ini berupa pelampiasan
kemarahan pada anak. Bentuk pelampiasan seperti ini juga berisiko. Dan risiko
pelampiasan amarah yang tidak tepat lebih berbahaya daripada sekedar risiko
tidak punya me time. Secara sederhana, pelampiasan amarah menyebabkan dua pihak
rugi, yaitu anak dan ibu itu sendiri.
Adapun
rumusan praktis apabila ibu memang benar-benar ingin “me time” dengan melakukan
kegiatan sendiri tanpa mau diganggu adalah:
1.
Titipkan anakmu ke suami
2.
Apabila suami sibuk bekerja, titipkan anak ke orang tua
3. Namun
apabila orang tua menolak, antar anak ke tempat penitipan anak
4. Bila
tidak punya biaya membayar jasa tempat penitipan anak, ajak anak ke panti
asuhan.
Langkah-langkah
di atas juga beresiko, namun lebih baik, daripada anak dijadikan sebagai tempat
pelampiasan sikap-sikap yang tidak perlu bahkan cenderung negatif. Bahkan nada
suara membentak pun sangat perlu dihindarkan dari ruang pendengaran
anak.
Rumusan
praktis berupa penitipan anak ke pihak lain yang dapat
dipercaya lebih
baik bagi anak daripada dijadikan pelampiasan. Karena menurut kajian psikologi
perkembangan, terutama di bagian yang membahas kebutuhan anak usia dini, maka
akan ditemukan konsep yang bernama KELEKATAN atau ATTACHMENT.
Kelekatan
ini sangat dibutuhkan oleh anak karena anak butuh pemenuhan kebutuhan fisik dan
psikologisnya. Kelekatan
yang terpenuhi dengan baik berdampak pada anak akan memiliki rasa percaya diri
dalam mengeksplorasi lingkungannya, tidak mudah merasa khawatir di lingkungan
baru dan juga memiliki kemampuan adaptasi yang baik (Hardiyanti, 2017).
Kelekatan
ini harus dipertahankan. Dan sebagai tindak lanjut dari “me time” ibu tadi,
kelekatan tidak harus diperoleh dari ibunya. Bisa juga diberikan oleh
pihak lain yang mengasuhnya. Sehingga sekali lagi, menitipkan anak lebih bijak
daripada anak dijadikan pelampiasan sikap negatif.
Setelah
dititipkan, silahkan lampiaskan “me time” itu. Namun tanyakan pada hati nurani
ibu ketika me time dengan meninggalkan anaknya. Apakah ada rasa rindu kepada
anakmu. Apabila tidak ada rasa rindu, ...... (mohon pembaca mengisi
titik-titik ini sendiri)
Rekomendasi
bahan bacaan selain infografis di atas:
HARDIYANTI,
Dwi. PROSES PEMBENTUKAN KELEKATAN PADA BAYI. PAWIYATAN, [S.l.], v. 24, n. 2, p.
63-68, dec. 2017. Available at:
<http://e-journal.ikip-veteran(dot)ac(dot)id/index.php/pawiyatan/article/view/560>.
Date accessed: 17 jan. 2018.
Comments
Post a Comment