Menarik dan menginspirasi adalah kesan pertama ketika membaca buku "Mengenal dan Menjadi Muhammadiyah" karya AR Fachruddin yang ditulis sekitar tahun 1968-1970. Tulisan di buku ini akan sangat biasa bila dibandingkan tulisan-tulisan masa kini yang bertemakan Muhammadiyah. Karena tulisan-tulisan Muhammadiyah yang kini tersebar di berbagai media kebanyakan terkesan "ilmiah".
Dalam salah satu bab di buku ini, tertulis bagaimana strategi AR Fachruddin dalam memdirikan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM). Pak AR (Sapaan akrab KH AR Fachruddin) menghimbau bahwa setelah mendirikan TK, langkah selanjutnya yang harus dipersiapkan adalah mempersiapkan satu petak sawah. Setelah TK berjalan dengan lancar, bangunlah SD. Jangan lupa untuk mempersiapkan juga satu petak sawah tambahan setelah SD Muhammadiyah ini berdiri. Begitu seterusnya. Jadi, setiap Amal Usaha Muhammadiyah yang berdiri ditopang dengan satu petak sawah.
Menurut hemat saya, Pak AR melakukan strategi seperti di atas dengan maksud agar AUM bisa berdikari secara ekonomi. Sehingga AUM tidak hanya mengandalkan pemasukan dari orang tua siswa ataupun bantuan dana dari kader Muhammadiyah. Secara teknis, sawah ini digunakan untuk menanggung biaya pengeluaran dalam menjalankan roda kehidupan AUM, seperti membayar gaji guru atau sekedar untuk membayar listrik.
Saya suatu ketika berkesempatan menceritakan uraian seperti di atas kepada dua sahabat, yaitu Mas Fuad dan Mas Edi*. Mas Edi mencoba mengkontekstualisasi strategi Pak AR dalam pemberdayaan AUM di zaman dahulu. Kalau dulu menggunakan sepetak sawah, namun kini "sepetak sawah" itu dapat berbentuk amal usaha yang murni bergerak di bidang bisnis atau AUM yang sudah mapan secara ekonomi.
Ternyata dalam konteks kelokalan, RSIA Muntilan mendapat tugas untuk menghidupi sekolah Muhammadiyah yang nyaris mati. PCM atau PCA Muntilan memberikan tugas tersebut kepada RSIA dengan target sasaran, "bagaimana pun caranya agar sekolah yang nyaris mati itu dapat pulih seperti sedia kala bahkan berkembang lebih baik". Begitu pula pabrik kayu milik PRM Keji (salah satu ranting di PCM Muntilan) yang diberi jatah untuk menghidup-hidupi salah satu sekolah.
Strategi Pak AR dengan menopang kelangsungan AUM dengan sawah ternyata dapat menginspirasi generasi masa kini dengan mengkontekstualisasikan pada "AUM menghidupi AUM yang lain". Ini dapat menjadi pelajaran bahwa Muhammadiyah hidup karena kekuataan jamaahnya. Muhammadiyah ketika mandiri secara ekonomi dapat dipastikan tidak terjebak pada aliran dana yang tidak jelas sumbernya. Sehingga Muhammadiyah tidak pusing mengenai sumber dana yang akan digunakan untuk menopang dan mengembangkan Amal Usaha Muhammadiyah.
Gambaran di atas menjadi jawaban, mengapa setiap lembaga yang didirikan Muhammadiyah pasti disebut dengan Amal-Usaha. Mungkin karena maknanya seirama dengan semangat beramal sambil berusaha, berusaha untuk beramal.
*Ketika Diskusi ringan setelah kajian ahad pagi di masjid Daarul Ulum, Ahad, 28 Januari 2018.
Comments
Post a Comment