Ada yang menarik dari sebuah tweet lama dari Sujiwo Tejo. Tweet yang diposting 27 Desember 2015 ini berbunyi "Kenapa aku suka senja, karena bangsa ini kebanyakan pagi, kekurangan senja. Kebanyakan gairah, kurang perenungan … #TaliJiwo". Yang ingin saya komentari dari tweet ini adalah tentang perenungan. Sebenarnya siapa yang harus merenung? dimana dan kapan harus merenung? dan bagaimana caranya?
Dunia seni merupakan dunia yang sangat lekat dengan perenungan. Seniman membutuhkan kesempatan untuk merenung dalam rangka menyambung inspirasi. Inspirasi yang nantinya melahirkan karya seni. Yang harapannya selalu ingin karyanya menjadi "Masterpiece".
Saya pernah mendengar bahwa seorang Piyu, pencipta lagu sekaligus gitaris band Padi sering melakukan proses perenungan ketika menciptakan lagu baru. Dalam pengakuannya dalam sebuah tayangan yang saya lupa ditayangkan dimana, Piyu berkata bahwa ia bisa mengunci diri berjam-jam di studio musik miliknya seorang diri untuk merangkai kata menjadi alunan nada lagu yang indah.
Begitu pula dengan pelukis. Beberapa cerita tentang pelukis juga mengkisahkan bahwa mereka sengaja berjalan-jalan keliling danau, bersepeda di pedesaan atau menyendiri di taman hanya untuk menangkap inspirasi dan suasana baru. Inspirasi inilah yang kemudian dihimpun dan dirangkai di studio lukis miliknya. Di studio inilah ia menelurkan karya lukis terbaiknya.
Sebagai pribadi apapun profesinya ternyata membutuhkan "studio"nya sendiri. Studio sebagai tempat khusus untuk merenung. Merenung sebagai kegiatan melepaskan sejenak ambisi yang ada dalam rangka memikirkan langkah hidupnya dengan nalar kecerdasan dan suara hati nuraninya.
Orang-orang masa kini banyak dianjurkan untuk merenung. Beberapa pihak suka merenung dengan cara meditasi. Meditasi sebagai sarana perenungan kini sedang ngetrend. Ditambah lagi dengan terapi Yoga yang juga menawarkan relaksasi diri. Waktu untuk bermeditasi dan beryoga pun berbeda-beda pada setiap orang.
Menurut beberapa orang, meditasi dan yoga merupakan cara efektif untuk merelaksasi diri. Namun upaya tersebut tidak murah. Karena membutuhkan bimbingan dari pelatih. Saya menyarankan untuk melakukan upaya perenungan setelah sholat. Perenungan setelah sholat ternyata lebih merilekskan, murah, dan teratur.
Cara merenungnya pun cukup mudah, yaitu dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan singkat pada diri sendiri. Kemudian biarkan hati nurani menjawab dengan bantuan otak. Selain itu tambah kesempatan untuk merenungkan tindakan yang sudah dilakukan. Ikhlaskan yang sudah hilang, syukuri apa yang sudah diperoleh dan berdoa untuk yang akan datang. Selamat merenung, bangun studiomu sendiri!
Borobudur, 12 Januari 2019
Comments
Post a Comment