1.
Waktu
Pelaksanaan dan Penyelenggara Kegiatan
a.
Waktu
dan Tempat
1)
Hari : Sabtu
2)
Tanggal : 3 Februari 2018
3)
Pembukaan : Sabtu, 16 September 2018 pukul 08.00
WIB
4)
Lama Kegiatan : 1 hari
5)
Tempat : Auditorium Kampus 4 UAD, Jl.
Ringroad Selatan, Kragilan, Tamanan, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta
b.
Penyelenggara
Kegiatan
Bedah Buku “Arab, Kuno dan Islam - Dari Kapitalisme
Perdagangan ke Kapitalisme Religius” diselenggarakan oleh Program Pascasarjana
Universitas Ahmad Dahlan.
2.
Tujuan
dan Alasan Mengikuti Kegiatan
Tujuan yang hendak
dicapai dalam kegiatan ini adalah meningkatkan kompetensi guru agar mampu menjelaskanaktivitas
ekonomi dari masa ke masa untuk mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial.
3.
Penjelasan
Isi Kegiatan
Isi kegiatan Bedah Buku “Arab,
Kuno dan Islam - Dari Kapitalisme Perdagangan ke Kapitalisme Religius” ini meliputi:
a. Kebijakan
Program Pascasarjana
b. Keterkaitan
Arab kuno dan Islam dengan aktivitas ekonomi di masanya
4.
Tindak
Lanjut
Guru setelah mengikuti
kegiatan ini telah melakukan tindak lanjut berupa:
a. Menerapkan
kebijakan program pascasarjana pada kegiatan perkuliahan
b. Mengajarkan
materi IPS tentang Perkembangan Islam sesuai dengan temuan terbaru di bedah
buku ini
5.
Dampak
Dampak yang dicapai
melalui Bedah Buku “Arab, Kuno dan Islam - Dari Kapitalisme Perdagangan ke
Kapitalisme Religius” adalah sebagai berikut:
a. Memahami
Kebijakan Program Pascasarjana
b. Memanfaatan
Keterkaitan Arab kuno dan Islam dengan aktivitas ekonomi di masanya sebagai
bahan pengajaran IPS di SD
LAMPIRAN
1. Makalah
(Materi) yang disajikan dalam kegiatan pertemuan
2. Matrik
ringkasan pelaksanaan pelatihan
3. Fotocopy
Surat Tugas
4.
Foto copy Sertifikat
Makalah (Materi) Yang Disajikan Dalam Kegiatan
Pertemuan
Peradaban Islam
masa depan adalah kapitalisme religius.
Simpulan pokok itu diperoleh setelah mempelajari dan membandingkan
antara peradaban Arab Kuno dan Arab Islam.
Arab Kuno bangkit dengan kapitalisme perdagangan, sedangkan Arab Islam
diidentifikasi sebagai kapitalisme religius.
Kapitalisme religius, secara implisit, akan dapat dikenali pada masa
Arab Islam. Uraian secara eksplisit
belum disajikan dalam buku ini.
Sekalipun
demikian, jika dibaca secara cermat akan terlihat secara transparan, karena pendekatan
ekonomi politik yang digunakan oleh buku ini.
Jawaban sementara ini disadari mengandung risiko akademik yang
besar. Tetapi begitulah keyakinan
akademik yang akhirnya ditemukan.
Cendekiawan memang dan boleh jadi salah, tetapi tidak boleh berbohong.
Buku ini – yang
merupakan edisi revisi – diberi judul Arab, Kuno dan Islam: dari Kapitalisme Perdagangan ke Kapitalisme
Religius. Edisi pertamanya ditulis
dengan judul Ekonomi Politik Peradaban Islam Klasik.
Munculnya geliat
perekonomian Islam mendorong perhatian sejumlah kalangan dan cedekiawan Muslim
dan Barat untuk kembali mendiskusikan tentang korelasi antara Islam dan
kapitalisme serta penegasan jenis hubungan antarkeduanya.
John L Esposito
dalam Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern memaparkan, secara eksplisit
Alquran mengungkapkan nilai ekonomi di luar kepemilikan pribadi, kejujuran
dalam perniagaan, dan persaingan yang diwarnai oleh kepedulian kepada pihak
yang kurang beruntung.
Namun, perdebatan
modern terkait konsep ekonomi Islam berputar pada tiga bahasan, yaitu yang
pertama terkait argumentasi Barat bahwa Islam penghalang kapitalisme. Kedua,
secara berangsur-angsur para penulis Muslim dan Barat bertemu dalam pandangan
Islam mendukung sejenis kapitalisme. Ketiga, kaum modernis Islam memadukan beragam
teori ekonomi dan program religius untuk melukiskan Islam sebagai alternatif
unggul.
Untuk poin yang
pertama, baik cendekiawan Barat atau Muslim sepakat Islam tidak selaras dengan
kapitalisme. Para orientalis cenderung memandang Islam secara inheren
kontradiktif dengan kepitalisme. Ini sebagai akibat adanya doktrin-doktrin
dasar dan tidak dapat diubah, seperti fatalisme, akhirat, dan sangsi bagi para
pelanggar riba, misalnya.
Teori yang
disuguhkan oleh para ilmuwan sosial lain lagi. Mereka memusatkan perhatian pada
ketegangan situasional dan mungkin temporer antara Islam dan kapitalisme. Menurut
mereka, ketegangan antarkeduanya itu terkait dengan struktur dan kondisi
historis tertentu, seperti feodalisme, sultanisme, dan imperalisme. Mereka
lebih menekankan sisi sejarah, bukan Islam sebagai sebuah muatan etis.
Karena itu,
mengacu pada sejarah tersebut, para ilmuwan sosial berkesimpulan, tak
mengherankan bila umat Islam tertinggal dari yang lain soal pengumpulan
kekayaan pribadi. Penghambat paling serius terhadap kapitalisme tersebut, dalam
pandangan mereka, ialah landasan tak ramah institusi politik, sosial, dan
ekonomi yang menghalangi wiraswastawan, tak soal bagaimana derajat kesalehan
mereka.
Pada poin
perdebatan yang kedua, sejarawan ekonomi mulai mengalihkan pedebatan ke arah
yang baru, yakni mereka tidak hanya berpendapat bahwa kapitalisme di dunia
Islam lebih maju dan menyebar dari yang diduga. Tetapi juga, bahwa Islam itu
sendiri selayaknya dihargai karena prestasi-prestasi ini.
Kapitalisme dagang
yang bergelora menghubungkan kota-kota besar di Asia dan Afrika dalam jaringan
antarbenua yang merentang dari Jalan Sutra hingga Pantai emas, dari Sahara
hingga Kepulauan Spice, dari Laut Hitam hingga Tanjung Harapan.
Ini memberikan
konsekuensi bahwa kaum Muslim juga berbudaya kosmpolitan. Di wilayah-wilayah
non-Arab, pedagang sufi menjadi perwujudan peradaban islam internasional yang
mempersatukan agama dan perdagangan, kota, desa, mistisisme sederhana, dan
ortodoksi yang luwes.
Para sejarawan dan
ahli eknomi sering berpendapat bahwa berkembangnya perdagangan internasional
dapat memajukan revolusi industri di seluruh dunia Islam seandainya Muslim
mampu menahan serangan gencar imperalisme Eropa.
Dari sudut pandang
ini, penghalang kapitalisme bukan kelemahan inheren pemikiran Islam atau
kekuatan institusi yang ketinggalan zaman, melainkan kekuatan persenjataan dan
ketamakan Barat. Di banyak negara, serbuan komersial dan kolonial Eropa telah
menghancurkan kerajinan dan manufaktur pribumi.
Dan, pusaran
perdebatan yang terakhir, yaitu bahwa Islam menjadi alternatif sistem
perekonomian selain kapitalisme. Ini karena kapitalisme lebih diidentikkan
dengan dominasi asing dan kehilangan sebagian daya tariknya di hadapan kaum
Muslim. Perekonomian Islam yang autentik dan lebih koheren dapat mengungguli
kapitalisme pada masa mendatang. Ini memuncak dan menggeliat terutama selama
periode melimpahnya minyak pada 1970-an.
Comments
Post a Comment