Bossman Mardigu Wowiek, Sang Sontoloyo ini melalui videonya, kembali mengajarkan nilai kehidupan. Pelajaran kali ini berawal dari panggilan "bro" terhadap seseorang. Anak dari Bossman dinasihati oleh salah seorang konglomerat karena si anak ikut-ikutan Bossman memanggil konglomerat ini dengan istilah "bro".
Konglomerat itu menjelaskan bahwa di balik panggilan "bro" terdapat riwayat pertemanan antara Bossman dengan sang konglomerat selama 30 tahun. Konglomerat itu menasihati bahwa si anak bisa memanggilnya dengan panggilan bro bila sudah mengumpulkan kepercayaan di antara keduanya. Panggilan bro tidak bisa langsung digunakan oleh orang yang baru kena dengan kata lain tidak bisa instan.
Cerita ini mengajarkan kita bahwa kita memang tidak bisa langsung "sok" akrab ketika bergaul dengan orang yang baru dikenal. Butuh penjajagan tentang karakter dan watak orang tersebut. Karena terkadang, julukan atau panggilan posisinya di atas nama asli.
Julukan menyiratkan kedekatan, keakraban, keintiman bahkan bisa juga ketersinggungan. Maksudnya, julukan mengandung potensi mendekatkan namun bisa juga malah menjauhkan. Saya kira ada empat faktor yang perlu diperhatikan sebelum kita memanggil seseorang dengan julukan tertentu.
Pertama, kenyamanan. Kita harus mengamati apakah julukan ke orang tersebut sering digunakan oleh banyak orang. Kalau sering digunakan oleh banyak orang, biasanya orang yang dipanggil dengan julukan tidak akan marah. Karena ia sudah merasa nyaman dengan julukan itu. Selain itu julukan itu sudah dikenal dan digunakan oleh banyak orang. Maka asas keumuman dan kelaziman terjadi disini.
Kedua, kedekatan. Julukan sering menyimbolkan kedekatan seseorang. Memang ada julukan khusus dari orang lain untuk orang tersebut. Seperti panggilan "bro" diatas. Selain itu bisa juga dengan panggilan "le" dari orang tua ke orang yang lebih muda dalam budaya Jawa. Jangan sampai kita panggil bos kita dengan panggilan "le". Karena panggilan "le" itu biasanya hanya panggilan khusus dan lazim digunakan oleh orang tua si bos.
Ketiga, konteks. Situasi dan kondisi lingkungan juga sangat berarti. Keterampilan menilai situasi dan kondisi memang memerlukan keterampilan. Perlu mengasah agar ada kepekaan terhadap situasi dan kondisi. Ini penting agar tidak terjadi blunder. Contoh blunder bisa saja terjadi ketika kita diminta untuk pidato resmi. Namun pembawa acara malah memanggil kita dengan sebutan yang tidak resmi. Tentu hal tersebut membuat kita tidak nyaman.
Keempat, cara penyampaian - body language - sangat mempengaruhi dampak dari julukan atau panggilan. Misal kita manggil teman kita dengan panggilan "sontoloyo" dengan nada keras sambil tangan mengepal tentu responnya berbeda. Orang yang kita panggil pasti marah. Berbeda kalau yang manggil "sontoloyo" adalah seorang wanita dengan nada yang -mohon maaf- menggoda. Tentu tidak terjadi kemarahan.
Jadi, panggilan, julukan dan sebutan bukanlah nama asli seseorang. Hanya saja sebutan tersebut muncul di ruang sosial. Dan tentu ada "kesepakatan" di kelompok sosial yang menggunakannya.
©️ Rahma Huda Putranto
17 Mei 2020
Comments
Post a Comment