Featured Post
- Get link
- X
- Other Apps
Peningkatan Mutu Harus Memperhatikan Pelanggan Internal
Sedang pembahasan mutu pendidikan secara makro sering dibahas di forum yang saya ikuti sekitar tahun 2016-2017. Waktu itu mutu dibahas dalam kerangka konsep Total Quality Management -sering diartikan Manajemen Mutu Terpadu. Konsep ini menekankan bahwa mutu harus mencakup semua aspek. Mulai dari sebelum, ketika dan setelah "produksi."
Mutu dalam kerangka sekolah unggul, sekolah model SPMI sampai yang terbaru ini sering dibahas dari tahun 2017 sampai sekarang. Beberapa tahun belakang ini mutu tidak hanya dibahas tentang mutu saja. Akan tetapi ditambah dengan istilah "penjaminan mutu."
Dari sekian pembahasan tentang mutu tentu ada yang paling berkesan. Yang paling berkesan adalah pembahasan yang diberikan oleh Prof. Sarbiran. Prof Sarbiran, yang juga guru besar Universitas Negeri Yogyakarta mengatakan kalau mutu adalah kepuasan.
Kepuasan itu yang seperti apa? Kepuasan secara sederhana dikatakan dengan kenikmatan yang diberikan kepada pelanggan. Jadi, mutu identik dengan kepuasan dan kenikmatan.
Di sisi yang lain, kita tahu bahwa kepuasan dan kenikmatan merupakan sesuatu yang abstrak. Maka perlu diadakan analisis untuk menetapkan kepuasan atau kenikmatan yang ingin diwujudkan. Maka pada posisi ini, kita akan tahu betapa pentingnya sebuah tujuan.
Oh iya, ketika kembali ke soalan kepuasan pelanggan, maka akan muncul pertanyaan pelanggan pendidikan -dalam konteks sekolah- itu siapa? Secara umum, pelanggan terbagi menjadi dua, yaitu pelanggan internal dan eksternal.
Pelanggan eksternal dari sebuah sekolah contohnya siswa, orang tua siswa, masyarakat, dll. Sedang pelanggan internal antara lain guru, tenaga kependidikan dan karyawan sekolah yang lain.
Kepuasan terhadap kedua jenis pelanggan ini harus seimbang. Bila tidak, akan ada pihak yang dirugikan. Banyak kasus terjadi ketika terlalu berfokus pada pelanggan eksternal, pelanggan internal sering -yang dalam Bahasa Jawa diistilahkan dengan- "kapiran."
Pelanggan internal yang tidak terpuaskan akan menunjukkan berbagai gejala. Gejala dengan level paling rendah biasanya berupa pengabaian. Sedangkan gejala yang paling berat ada pada keinginan atau tindakan untuk keluar dari kelompok internal.
Memang, memberikan kepuasan atau melakukan penjaminan mutu untuk pelanggan internal maupun eksternal tidaklah mudah. Oleh karenanya mutu tidak bisa sekali jadi. Harus ada upaya quality control dan quality improvement. Upaya-upaya seperti ini dalam kebudayaan masyarakat Jepang sering diistilahkan dengan prinsip Kaizen.
©️ Rahma Huda Putranto
Rambeanak, 11 September 2020
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment