Skip to main content

Featured Post

Profil Rahma Huda Putranto

Rahma Huda Putranto, S.Pd., M.Pd.  adalah Duta Baca Kabupaten Magelang yang   lahir di Magelang, pada tahun 1992, lulus dengan predikat cumlaude dari Jurusan S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang tahun 2014. Pernah menempuh Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Selain itu, gelar magister bidang pendidikannya juga diperoleh melalui Program Magister Manajemen Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis pernah bekerja sebagai guru di SD Muhammadiyah Borobudur. Kemudian mendapat penempatan di SDN Giripurno 2 Kecamatan Borobudur sebagai Pegawai Negeri Sipil. Terhitung mulai tanggal 1 Maret 2018 mendapat tugas baru di SD Negeri Borobudur 1. Alamat tempat tinggal penulis berada di dusun Jayan RT 02 RW 01, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu, penulis dapat dihubungi melalui email r_huda_p@yahoo.co.id. Penulis pernah mengikuti program Latihan Mengaj...

The 7 Habits Of Highly Effective Teens: Kesadaran Diri, Imajinasi, Hati Nurani dan Kemauan.

Sean Covey dalam bukunya The 7 Habits Of Highly Effective Teens menuliskan empat keterampilan mental yang baik untuk dimiliki. Menurut hemat saya, empat keterampilan mental ini menentukan tindakan, sikap dan/ atau respon atas apa yang kita lihat dan rasakan. Seringkali kita bersikap keliru karena terburu-buru memberikan respon atau komentar atas apa yang terjadi.

Respon yang meluncur tiba-tiba tanpa dikendalikan atau dipikirkan terlebih dahulu sering merugikan kita. Saya pernah punya pengalaman tentang hal ini. Ceritanya begini.

Saya sempat emosi karena kehilangan kunci laci meja saya. Saya menduga kunci itu dipakai untuk bermain anak saya. Saya saat itu sangat yakin kalau kunci itu hilang atau terbuang karena dipakai bermain-main. Emosi saya membucah. Saya meluapkan kemarahan saya pada istri saya.

Saya mengadu padanya bahwa kunci meja kerja hilang. Dan pelakunya adalah Rafi -nama anak saya. Padahal ini baru dugaan saya. Istri saya juga kesal. Kesalnya bukan pada anak saya tapi kepada saya. Karena ini adalah kejadian ke sekian kali saya emosi.

Beberapa hari selanjutnya dilewatkan dengan "nggrundel." Saya hanya grundel saja tanpa berusaha mencari lagi. Saya pun jadi sering emosi ketika melihat laci meja yang tidak bisa dibuka.

Namun di hari ke delapan saya menemukan kunci laci ini di dekat selotip yang ada di rak. Saya pun ingat ketika meletakkan kunci ini di rak penyimpanan. Penyimpanan ini saya lakukan agar tidak digunakan sebagai mainan oleh Rafi.


Renungan

Cerita di atas bila direnungkan dapat memberikan saya pilihan. Pilihan pertama yang harus saya lakukan adalah dengan berhenti sejenak selama lima menit. Waktu lima menit ini digunakan untuk melepaskan diri dari kungkungan emosi.

Dalam waktu lima menit saya mencoba untuk mengedepankan logika dan pikiran. Selama lima menit itu pula kita mencoba untuk merefleksikan apa yang sebenarnya terjadi. Saya harus memiliki kesadaran diri.

Kesadaran diri ini saya munculkan dalam konteks kejadian. Dalam kejadian di atas saya harusnya menyadari posisi saya sebagai ayah yang dewasa. Dimana ayah dewasa adalah seseorang yang bisa berpikir secara logis dan tidak serta merta langsung menghakimi atau memojokkan anak.

Selanjutnya, imajinasi pun harus saya hadirkan. Imajinasi berarti membayangkan beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi. Dalam konteks cerita di atas dapat juga kita hadirkan imajinasi.

Imajinasi tersebut dapat berupa beberapa kemungkinan. Misalnya bisa saja kunci ini hilang karena dibawa kucing. Mungkin juga disingkirkan oleh asisten rumah tangga. Atau dengan imajinasi kita bisa menghadirkan beberapa pilihan solusi. Mulai dari membuat duplikat kunci atau memanggil tukang kunci untuk membuka laci ini.

Berbagai macam pilihan hadir di tengah-tengah kita. Pilihan-pilihan ini hadir ada untuk dipilih. Pemilihan ini bisa kita lakukan dengan menggunakan hati nurani. Hati nurani seolah menjadi kompas bagi diri kita. Hati nurani menjadi pihak yang memantabkan diri pada sebuah pilihan.

Setelah pilihan ada, maka yang terakhir adalah memunculkan kemauan. Kemauan dibutuhkan untuk melaksanakan apa yang menjadi pilihan tadi. Kemauan menjadi jembatan untuk mewujudkan bayangan-bayang yang ada dalam pilihan dengan realita.

Keempat keterampilan yang saya ceritakan di atas pada intinya terdiri dari kesadaran diri, imajinasi, hati nurani dan kemauan. Keempat keterampilan di atas tidak langsung bisa dikuasai. Penguasaannya hanya bisa dilakukan dengan latihan terus-menerus.

Yang terakhir, jangan lupa beri jeda lima menit sebelum merespon apa yang ada di hadapanmu. Tekan tombol "pause" yang seolah ada di keningmu. Pahami setiap kejadian yang ada dan berikan respon atau tanggapan secara terukur.

Borobudur, 3 Januari 2020

Comments

Baca Juga