Featured Post
- Get link
- Other Apps
Balada Petani di Kota dan Desa
Obrolan tak terduga terjadi di belakang gedung kantor PKK. Waktu itu, saya ke kantor PKK Kabupaten Magelang karena ada undangan untuk rapat. Saya datang terlampau awal. Saya pun duduk di kursi depan dapur.
Saya awalnya duduk seorang diri. Namun disusul oleh Pak Dul. Tak lama Pak Umar bergabung.
Kami melihat sebuah rumah di belakang kantor PKK. Penglihatan kami bergeser di tanah pekarangan yang membentang luas dari utara ke selatan. Tanah itu sekarang dimiliki oleh keturunan petani. Hanya saja, keturunan petani ini enggan melanjutkan profesi untuk menjadi petani.
Salah satu dari kami berkata, "sekarang jadi petani tidak seperti dulu."
"Dulu petani sejahtera," kata Pak Dul.
Dulu petani sejahtera ini terngiang di benak saya. Apa benar sekarang menjadi petani tidak bisa sejahtera seperti dulu?
Jawaban di benakku mengatakan bisa saja tidak sejahtera seperti dulu. Ya kalau petani hanya mengolah tanah seadanya. Saya katakan seadanya karena saat ini lahan pertanian tergerus pemukiman.
Lahan pertanian yang sempit tidak "cucuk" kalau digarap. Bertani itu juga ada margin keuntungan yang harus dicapai. Harus dicapai kalau ingin "untung". Kalau dulu ada konsep sawah harus satu "kisut" agar "menghasilkan".
Belum lagi kebutuhan saat ini tidak semakin banyak. Semakin banyak dan harus beli. Air saja saat ini harus beli. Sumur tidak bisa diandalkan. Mau tidak mau mengandalkan saluran PDAM. Ini yang membuat kehidupan pengolah tanah menjadi semakin berat.
Jadi, kalau dari obrolan di atas dapatlah beberapa simpulan. Petani di pinggiran "kota" sulit berkembang. Sebabnya banyak lahan tergerus bangunan. Belum lagi kebutuhan pertanian dan kehidupan di "kota" tidak banyak yang gratis.
Petani Masih Untung
Lain dengan cerita di atas. Saya memiliki beberapa rekan kerja yang sukses menjadi petani. Bahkan sudah jadi pejabat di pemerintahan pun masih saja bertani. Kebanyakan mereka berasal dan menjadi petani di pedesaan.
Saya melihat ada perbedaan antara petani di kota dengan yang ada di desa. Petani di pedesaan memiliki bidnag tanah olahan yang luas. Luas tanahnya melebihi margin keuntungan. Hal ini yang membuat petani di desa bisa sukses.
Banyak dari teman saya yang menjadi petani di desa berangkat haji, membangun rumah, dan beberapa kendaraan. Bukti yang lainnya, tempat ibadah di pedesaan sangatlah megah. Ini juga menjadi bukti kalau menjadi petani pun menguntungkan. Bahkan sangat menguntungkan.
Sebenarnya bisa saja petani di kota dapat menghasilkan untung lebih. Caranya dengan modifikasi teknik tanam sampai pengolahan paska panen. Buktinya di Singapura. Saya pernah melihat video dimana petani Singapura menanam tanaman di dalam ruangan di gedung bertingkat.
Intinya, jadi apapun itu harus siap untuk menggunakan isi kepala. Otak harus senantiasa belajar. Belajar untuk memahami dan memanfaatkan keadaan. Jangan berhenti berpikir ya!
Kota Mungkid, 30 Agustus 2021
- Get link
- Other Apps
Comments
Post a Comment